[REVIEW] Cinta tak harus saling memiliki dari “A Song For Alexa”

Friday, January 22, 2016



Judul: A Song For Alexa
Penulis: Cynthia Isabella
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Ilustrator: Orkha Creative
Editor: Bayu Anangga
Cetakan: Pertama, 2014
ISBN: 978 – 602 – 03 – 0699 – 5
Tebal: 120 Halaman
Harga: Rp. 58.000,-





A Song For Alexa adalah karya pertama dari Cynthia Isabella dan baru kucicipi setelah 1 tahun lebih terbit. Karya pertama yang tak sanggup untuk kubilang Ia sebagai penulis amatir. Delapan tahun menekuni dunia penulisan membuahkan hasil dengan novel yang sanggup kuhabiskan dalam semalam diiringi musim hujan saat ini.

You don’t need a reason to love someone. I saw him and then I just fell for him.

Menceritakan tentang Alexa yang telah jatuh cinta dengan Daniel sejak dibangku SMP. Daniel adalah sosok yang ramah, lebih tepatnya kepada semua perempuan. Hingga Alexa tahu, bahwa statusnya tak akan berubah selama 3 tahun ini, tetap menjadi penguntit Daniel. Jika kamu mengharapkan cinta yang menggebu-gebu... sayang sekali. Novel ini mengajarkan kita "apa itu suka, cinta atau obsesi". Dan dalam kasus ini kamu akan mengetahui perasaan Alexa kepada Daniel yang sebenarnya....

"Bukannya kita bisa menilai perilaku dia terhadap lo lebih baik setelah dia tahu perasaan lo daripada waktu dia belum tahu sama sekali?"

Alexa pernah menyatakan perasaannya kepada Daniel, hanya sekedar menyatakan tanpa butuh jawaban. Tapi sepertinya itu menjadi suatu kesalahan. Daniel tidak menjauhinya, malah semakin dekat karena Daniel selalu datang ke kelas Alexa saat jam istirahat kedua untuk bertemu Arnold, sebangku Alexa. Yang menjadi kesalahannya adalah

"Menurut dia, cowok yang harus selalu memulai inisiatif untuk mendekati cewek, dia ngga tertarik dengan cewek yang menyukainya lebih dulu, harus dia yang buat cewek itu suka sama dia"

Entah bagaimana Kak Cynthia bisa menciptakan tokoh Daniel. Kalo aku yang menjadi Alexa, aku akan langsung jambak-jambak rambut Daniel sambil teriak dikupingnya "Kalo cinta bisa milih, gue ngga mau jatuh cinta sama lo, niel!" serius, jika kalian membaca novel ini... akan berpikiran yang sama denganku. Sosok Daniel sempat membuatku tertarik pada awalnya, tapi melihat ia 'seperti memberi harapan kepada Alexa tanpa pingin menjalin ke hubungan yang serius' membuatku kesal. Bagaimana tidak, perilaku baiknya sangat terlalu baik untuk dianggap teman.

Masalah percintaan Alexa dan Daniel tentu belum selesai. Memiliki hobi yang sama belum tentu bisa menumbuhkan cinta dihati Daniel. Ia tahu jika semua ini akan sia-sia, tapi sosok perempuan sekelas Daniel datang dalam hubungan abstrak mereka. Namanya Vivi. Ia memberi bantuan kepada Alexa untuk bisa mendekatkannya dengan Daniel. Tentu saja Alexa menyetujui itu. Mungkin dengan ini semua pengharapannya akan berbuah manis. Tapi ada maksud lain yang tidak diketahui Alexa. Ia lupa, jika ini hanya antara dia dan Daniel, bukan orang lain. Dan Alexa telah membawa seseorang itu kedalam celah hubungannya dengan Daniel atas persetujuannya sendiri.

Dengan mendekati Daniel dan tahu lebih jauh tentang dirinya, dia bisa memberiku informasi yang membantu? Atau enggan berada di antara aku dan Daniel seperti ini, dia berusaha mendekatkanku dengan Daniel? Tetapi mengapa usahanya justru terasa lebih mendekatkan dirinya dan malah menjauhkanku dari Daniel?

Sosok Vivi pun sangat menjengkelkan, tak jauh berbeda dengan Daniel. Dan jika aku memiliki teman sepertinya, tentu saja akan kumasukkan kedalam daftar hitam untuk kujauhi. Vivi adalah seseorang bermuka dua. Didepan Alexa, Ia ingin membantu dan tulus setiap mendengarkan cerita Alexa tentang Daniel. Tapi didalam hatinya, Ia tak ingin mereka bersama. Vivi mencintai Daniel dan Ia menutupi itu semua di depan Alexa. Vivi juga seperti psikopat dan terlalu overprotektif, tapi semua itu memiliki tujuan yang jelas. Ia berkali-kali mencelakakan Alexa dan menerornya terus menerus (walau kurasa teror dengan tisu basah, kertas ulangan dibuang dan bekal nasi yang diambil tidak termasuk menyeramkan... malah terkesan lebay) tapi sosok vivi membuatku muak. Sungguh tokoh di dalam novel ini sukses dengan karakter mereka yang bikin aku gondokan...
Tapi perasaan kesal tidak selamanya berada didalam novel ini karena ada sosok sang senior, Ia bernama Kei. Lelaki pemain piano yang selalu mengurung diri saat jam pulang diruang musik untuk sekedar mengalunkan lagu yang sesuai dengan perasaan Alexa. Nada piano itu selalu mengiringi Alexa saat mengerjakan 12 lukisan untuk acara Porseni yang akan diadakan sekolahnya sebulan lagi. Kei telah mengenal Alexa semenjak MOS SMA berkat sketsa yang dibuat perempuan itu. Tapi Ia tak pernah menunjukan dirinya didepan Alexa. Mengaguminya dari jauh, sudah membuat cita-cita yang dulu ia kubur dalam-dalam hadir kembali. Itu semua berkat Alexa.

"Tapi gue kan cuman bantu begitu doang, dari mana lo bisa menyimpulkan dia suka gue?"
“Tampaknya 'begitu doang' cukup berkesan buat dia”

Acara Porseni itu membuat Kei dan Alexa berkenalan dan dekat. Sosok Kei hadir disaat yang tepat. Alexa merasa bahwa Kei bisa menjadi sandarannya untuk sementara. Ia terlalu sakit hati dengan semua masalah yang terjadi secara mendadak tanpa bisa diperkirakan sebesar ini efek terhadap dirinya; sakit hati. Kei tak pernah menyuruh untuk Alexa agar tabah atau melupakan Daniel. Tapi ia memberikan beberapa kalimat yang tidak terpikirkan oleh Alexa. Setelah berniat untuk melepaskan Daniel, sosok lelaki itu kembali hadir dalam kehidupannya dengan membawa pengharapan yang baru. Dan entah mengapa, Alexa tahu... ia telah menentukan pilihannya. Mungkin Alexa mulai tahu sekarang perasaannya "Apa itu suka, cinta atau obsesi" kepada Daniel.

Sosok Kei pembawaannya sangat baku pada awalnya. Karena hal itu sudah diajarkan dalam kehidupan keluarganya, bahwa Ia harus menggunakan bahasa yang sopan. Tapi terdapat 3 fase dalam pertemanan dengan Kei. Fase pertama menggunakan saya-anda. Fase kedua aku-kamu dan fase terakhir gue-lo. Saat membaca percakapan antara Kei dan Alexa, aku tidak terlalu ikut pada perubahan yang terjadi. Tapi saat Alexa bilang, Ia sudah masuk dalam Fase kedua. Aku baru sadar dan percakapan mereka lebih baik daripada terlalu baku seperti orang asing.

Semua tokoh memiliki kemajuan karakter dan menyebabkan konflik tambah berapi-api *ya ngga gitu juga sih hehe. Menurutku pribadi, walau penulis mampu membawa emosi dalam setiap tulisannya yang membuat pembaca merasakan semua suasana yang terjadi. Tapi penjelasan tentang wajah dan postur tokoh sangat kurang sekali. Aku pun penasaran dengan sosok Alexa bagaimana perawakannya :( jelas ini buat aku bertanya-tanya.

Dan kekurangan lainnya adalah banyak tokoh pembantu didalam novel ini dan akhirnya ada beberapa yang tertukar nama. Ini tentu saja membuat pembaca harus baca berkali-kali agar paham dengan maksud yang disampaikan. Banyaknya tokoh tentu akan sangat memberatkan ingatan, bukan penulis saja… pembaca pun harus mengingat-ingat agar tak tertukar. Banyak pemilihan kata yangr sangat tidak pas, malah ada kata yang berkali-kali ditulis.

Setelah selesai membicarakan para tokoh utama dan sinopsis. Aku mulai dari depan, yaitu cover. Cover yang sederhana, memperlihatkan seseorang sedang melukis dibalik jendela dan itu adalah sosok Alexa di ruang lukis. Sangat sederhana malah terkesan datar menurutku. Mungkin bagi pembaca awam yang masih memilih untuk “beli cover cantik tapi cerita jelek” akan menaruh buku ini kembali dalam rak. Sangat disayangkan! Mungkin cover bisa lebih menonjolkan pada piano dan lukisan atau tentang not balok yang akan kerasa bersinambung dengan judul.

Tentang Judulnya sendiri, aku sempat menunggu… bagian mana lagunya? Dan ternyata itu TEPAT HALAMAN TERAKHIR. Walau halaman terakhir, judul itu mencakup semua cerita. Dan aku tidak bisa untuk berkomentar bahwa judulnya tidak sesuai.

Kemudian sudut pandang, awalnya menggunakan POV 1 dari Alexa. Tapi saat pertengahan di bab 9, POV Daniel dan Kei hadir. Pov ini sangat penting sekali. Karena aku jadi bisa mengetahui bagaimana sosok Daniel dan Kei lebih jauh. Dan aku makin cinta dengan sosok Kei, uuuu mau kok jadi tangan kiri kamu saat main piano, Kei :))

Permainan alur yang sangat tepat ditambah tokoh memiliki sifat yang tak terduga, mampu mempermainkan perasaanmu saat membacanya.
Happy Weekend!

Aku hanya bisa berharap, sambil terus mengepalkan tangan begitu erat di pangkuanku, ini terakhir kalinya aku menangis untuknya.

No comments:

Post a Comment

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS